RSS

Pelabuhan Benoa


Pelabuhan Benoa dibuka dan diusahakan sejak tahun 1924 (Stb. 1924 No. 378). Pada awalnya batas daerah kerja dan kepentingan pelabuhan Benoa didasarkan pada gambar peta pelabuhan zaman Belanda yang ditetapkan dalam Staadblad nomor 16 tanggal 8 Januari 1926 dan selanjutnya ditetapkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan nomor 15 Tahun 1990/KM.18 Tahun 1990 tanggal 14 Pebruari 1990 tentang Batas-batas Lingkungan Kerja Pelabuhan dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Benoa.

Untuk memenuhi tuntutan pesatnya perkembangan pariwisata di Bali dimana terlihat dari adanya perubahan pola kedatangan para turis domestik maupun manca negara yang semula hanya menggunakan pesawat terbang dan sekarang juga menggunakan kapal-kapal pesiar dan wisata. Kapal-kapal tersebut kebanyakan bertambat dengan menggunakan fasilitas Pelabuhan Benoa yang saat ini mampu menampung kapal dengan panjang 200 m. Hal ini dapat dilihat pada arus kunjungan kapal wisata mulai tahun 1993 yang meningkat dengan tajam.

Pelabuhan Benoa juga memiliki panorama alam yang indah. Dari tempat ini kita dapat melihat pulau Serangan dan juga kawasan pariwisata Tanjung Benoa. Pelabuhan Benoa juga menjadi tempat tinggalnya beberapa perusahaan cruise lokal menuju Nusa Lemabongan atau Nusa Penida seperti Bali Hai Cruise, Sail Sensation Cruise, Bounty Cruise dan lain-lain.



Sumber : www.dephub.go.id

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pelabuhan Buleleng


Terletak disebelah pesisir utara kota Singaraja. Di jaman dulu ketika Singaraja sebagai ibu kota dari Nusa Tenggara adalah merupakan pusat pelayaran yang penting.
Keputusan memindahkan ibu kota propinsi Bali dari Bali Utara ke Bali Selatan adalah berdasarkan dibaginya Nusa Tenggara menjadi 3 propinsi, membuat Pelabuhan Buleleng menjadi kurang berfungsi.
Kemerosotan pelabuhan buleleng mencapai puncaknya ketika pembangunan Pelabuhan Celukan Bawang ± 40 km arah Barat Singaraja.
Namun sejak Tahun 2005 bekas Pelabuhan Buleleng ini telah ditata oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng dengan penataan taman serta bekas dermaga kayu yang sudah usang diperbaharui dilengkapi dengan sarana restauran terapung.



By : Anggoro Irianto - http://anggoroinc.blogspot.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pelabuhan Padang Bai


Padang Bai terletak di desa Padang Bai, termasuk di dalam wilayah Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Padang Bai berlokasi di pantai di antara jalan raya jurusan Klungkung menuju Karangasem di mana sebelum kawasan wisata Candi Dasa terdapat pertigaan lampu merah kemudian membelok ke kanan. Untuk menuju pantai tersebut dari ibukota Denpasar berjarak sekitar 53 km ke arah jurusan Amlapura dan jarak antara Padang Bai ke Amlapura berkisar lebih kurang 30 km.

Padang Bai merupakan kawasan pelabuhan laut untuk wilayah Bali Timur yang digunakan sebagai pelabuhan penyeberangan ke Lombok. Selain itu, pelabuhan ini juga menjadi tempat berlabuhnya para wisatawan yang berkunjung ke Bali melalui lautan yang diangkut oleh kapal-kapal pesiar besar yang hanya berlabuh di Labuhan Amuk. Yang paling menarik di kawasan Padang Bai adalah tempatnya yang terlindung pada suatu teluk dengan batu-batu karangnya sehingga kehidupan bawah airnya menjadi aman. Pada bagian timur dari areal pelabuhan Padang Bai terdapat sebuah pantai yang pada saat ini menjadi kawasan wisata pantai yang cukup ramai dikunjungi oleh para wisatawan khususnya wisatawan mancanegara. Di kalangan wisatawan, kawasan pantai ini dikenal dengan nama Pantai Blue Lagoon.

Pada umumnya wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Pantai Blue Lagoon karena mereka dapat menikmati keindahan alam yang tenang dengan perpaduan antara alam perbukitan dengan panorama laut yang membiru serta dapat langsung menyaksikan aktivitas penduduk sekitarnya yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan. Selain pemandangan laut yang membiru dan menawan, Pantai Blue Lagoon juga memiliki pasir pantai yang berwarna putih bersih dan tebal sehingga banyak wisatawan yang memanfaatkannya untuk berenang di laut atau berjemur di pantai. Aktivitas lain yang dapat dilakukan wisatawan antara lain diving dan snorkeling karena laut yang berada di sebelah timur dari pelabuhan Padang Bai terdapat banyak ikan-ikan hias tropis dengan karang-karangnya yang indah.

Selain berfungsi sebagai pelabuhan, Padang Bai juga merupakan kawasan wisata sehingga untuk menunjang sarana dan prasarananya sudah tersedia. Kini sudah ada beberapa buah fasilitas akomodasi dan rumah makan yang diperuntukkan bagi para wisatawan yang ingin menikmati liburannya, maupun untuk wisatawan yang akan menyeberang ke Lombok atau yang baru datang dari Lombok. Untuk keperluan penyeberangan ke Lombok tersedia kapal ferry yang siap melayani wisatawan atau orang-orang dalam 4 kali penyeberangan dalam sehari. Selain itu, bagi para wisatawan yang akan menikmati wisata air di kawasan pantai Blue Lagoon tersedia pula jukung-jukung penduduk setempat atau boat yang dapat disewa.


Berdasarkan sejarah, nama Padang Bai sebelumnya adalah Teluk Padang yang merupakan sebuah teluk yang aman terlindung dan sejak dahulu sudah digunakan sebagai pelabuhan kapal-kapal laut. Pergantian nama Teluk Padang menjadi Padang Bai terjadi pada masa penjajahan Belanda dan karena pengaruh bahasa Belanda, maka Teluk Padang lama kelamaan berubah nama menjadi Padang Bai (teluk) dan hingga sekarang daerah tersebut dinamakan Padang Bai. Di atas bukit di bagian sebelah timur pantai Padang Bai terdapat dua buah pura Dang Kahyangan. Pura yang berada di sebelah utara adalah Pura Silayukti yang dibangun oleh Mpu Kuturan sekitar abad ke-11, di mana beliau saat itu melakukan perjalanan suci di Bali. Mpu Kuturan adalah seorang pendeta yang sangat besar jasanya dalam mengatur tata keagamaan Hindu di pulau Bali. Ajaran-ajaran beliau hingga sekarang ini masih tetap ditaati dan dilaksanakan oleh setiap umat Hindu di Bali. Hari piodalan di Pura Silayukti dilaksanakan setiap hari Buda Kliwon Pahang, di mana pada hari itu seluruh umat Hindu akan datang untuk bersembahyang di Pura Silayukti. Sedangkan pura yang berada di sebelah selatan dari Pura Silayukti adalah Pura Tanjung Sari yang didirikan oleh Mpu Bharada, adik bungsu dari Mpu Kuturan. Hari piodalan dari Pura Tanjung Sari dilaksanakan setiap hari Buda Kliwon Matal. Di sebelah barat dari pelabuhan Padang Bai juga terdapat sebuah pura yang bernama Pura Penataran Agung, yang didirikan sekitar abad ke-16 oleh Dang Hyang Nirartha atau Dang Hyang Dwijendra yang lebih dikenal dengan sebutan Pedanda Sakti Wau Rauh dan beliau adalah keturunan dari Mpu Kuturan. Hari piodalan di Pura Penataran Agung dilaksanakan setiap hari Buda Wage Kelau, pada hari itu umat Hindu akan beramai-ramai datang untuk bersembahyang. Selain hari-hari piodalan, di pura-pura tersebut pada hari-hari raya tertentu banyak pula umat Hindu yang datang bersembahyang di ketiga pura tersebut.


By : Anggoro Irianto - http://anggoroinc.blogspot.com


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pelabuhan Gilimanuk


Pelabuhan ferry Gilimanuk merupakan salah satu gerbang laut menuju Pulau Bali. Berada di Kabupaten Jembrana, pelabuhan dikelola oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Saat ini tak kurang dari 24 kapal ferry yang setiap hari hilir mudir dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, ke Pelabuhan Gilimanuk.

Selain ASDP, yang memperoleh pendapatan resmi dari Pelabuhan Gilimanuk adalah Perusda Jembrana. Hanya saja, perusahaan ini pada 2008 sempat membuat berang Bupati Jembrana. Pasalnya, tahun itu setoran Perusda Jembarana yang berasal dari retribusi kendaraan yang masuk Bali lewat Pelabuhan Gilimanuk merosot tajam. Jika tahun sebelumnya bisa memenuhi target Rp 100 juta perbulan, tahun 2008 paling banyak hanya menyetor Rp 37 juta perbulan.

Penarikan retribusi di Gilimanuk itu semula dilakukan Dinas Perhubungan Jembrana. Namun setelah terbentuk Perusda Jembrana pada 2006, penarikan retribusi lewat pos di pintu keluar pelabuhan Gilimanuk diambil alih Perusda. Saat Bupati marah itu, setiap mobil yang masuk Bali dikenai retribusi Rp. 1000,-


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kabupaten Karangasem


Agro Wisata Sibetan
Sibetan adalah nama sebuah desa di Kecamatan Bebandem yang memiliki potensi alam pertanian khas di Kabupaten Karangasem yang terkenal dengan tanaman salak. Hampir seluruh penduduk di desa ini menjadi petani salak yang tersebar merata di sisi kanan dan kiri sepanjang jalan desa dan jalan raya utama.
Buah salak yang dihasilkan oleh desa ini sangat terkenal sebagai salak Bali yang memiliki citarasa tersendiri dan berbeda dari buah sejenis dari daerah lain di Indonesia. Oleh karena itulah maka desa ini dikembangkan sebagai obyek agrowisata tanaman salak.
Untuk menuju lokasi agrowisata ini aksesnya sangat terbuka karena jalurnya dilintasi oleh kendaraan umum angkutan kota. Jaraknya sekitar 8 km ke arah barat dari Kota Amlapura – ibukota kabupaten – dan ±20 km dari obyek wisata Candidasa. Hawa yang sejuk memberikan nilai tambah bagi keberadaan obyek ini dimana pengelolaannya dilakukan oleh warga setempat yang tergabung dalam kelompok sadar wisata Dukuh Lestari.
Terdapat ±15 jenis varietas salak yang tumbuh di Desa Sibetan, beberapa di antaranya merupakan produk unggul, seperti salak nenas dan salak gula pasir yang rasanya sangat manis, segar serta daging buah yang tebal. dan dengan. Masa panen raya yang jatuh pada Bulan Desember– Pebruari membuat produksi salak melimpah sehingga masyarakat setempat mengembangkan produk olahan buah salak menjadi beraneka ragam jenis, seperti wine, dodol, kripik, syrup, dan manisan. Obyek agrowisata ini banyak dikunjungi dan mendapat perhatian dari para peneliti dan mahasiswa.


Candidasa
Candidasa merupakan salah satu kawasan pariwisata yang dikembangkan mulai tahun 1983. Pada mulanya nama Candidasa merupakan nama sebuah pura, yaitu Pura Candidasa, yang terltak di atas bukit kecil dan dibangun pada abad ke-12 M. Memiliki potensi alam dan pantai yang mempesona dengan pasir putihnya.
Pantai berpasir putih tersebut sebenarnya bernama Teluk Kehen, namun dalam perkembangannya seiring ditetapkannya pantai tersebut menjadi obyek dan daya tarik wisata, maka pantai Teluk Kehen berubah nama menjadi kawasan pariwisata Candidasa sesuai dengan nama pura yang ada di wilayah itu.
Candidasa terletak di Dusun Samuh, Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem, berjarak 12 km dari Kota Amlapura dan sekitar 45 km dari KotaDenpasar. Pesona alam yang dikembangkan sebagai obyek wisata bahari inidapat menjadi pilihan untuk melakukan berbagai aktifitas, seperti sun bathing, canoing, snorekling,fishing, trekking melalui perbukitan, dan yang tak kalah menariknya adalah keberadaan pulau-pulau kecil yang dapat dijangkau jaraknya dengan perahu nelayan (jukung).Pulau-pulau kecil tersebut menyimpan potensi panorama bawah laut berupa terumbu karang dan ikan hias.
Salah satu cerita yang menjadi mitos tentang keberadaan Pura Candidasa yang berkembang dan diyakini oleh masyarakat setempat adalah Arca Dewi Hariti yang terletak pada sebuah relung di bagian bawah tebing bukit. Konon dikisahkan bahwa Dewi Hariti pada mulanya adalah seorang yaksa dalam Agama Budha yang gemar memakan daging anak-anak. Namun setelah mendapat pencerahan ajaran Agama Budha, Sang Dewi kemudian bertobat dan berbalik menjadi pelindung dan penyayang anak-anak.
Arca Dewi Hariti selanjutnya dipahatkan bersama 10 orang anak-anak yang mengerubutinya, sebagai ciri pelindung, penyayang, dan juga sebagai perlambang kesuburan dan kemakmuran. Masyarakat setempat meyakini bahwa Dewi Hariti berarti ibu beranak banyak yang dapat memberikan anugerah kesuburan dan kemakmuran. Oleh karenanya maka tempat ini banyak didatangi dan dimanfaatkan oleh pasangan suami – isteri yang belum dikaruniai keturunan untuk memohon do’a dengan membawa sesajen yang dipersembahkan kepada Dewi Hariti.



Desa Iseh
Iseh adalah salah satu desa yang merupakan bagian dari Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem. Iseh berkembang sebagai obyek dan daya tarik wisata karena memiliki keindahan alam yang mempesona. Berjarak sekitar 42 km dari Kota Denpasar, akses menuju Iseh dapat dicapai dengan kendaraan umum melalui jurusan Desa Satria, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung.
Keindahan alam yang menjadi daya tarik dengan latar belakang kehidupan alam pedesaan yang penuh ketenangan dan kedamaian banyak menarik minat wisatawan untuk tinggal lebih lama. Hamparan petak-petak sawah yang bertingkat dengan aktifitas para petani tradisional, sungai yang berkelok, serta panorama Gunung Agung yang nampak di kejauhan merupakan satu kesatuan dari keindahan alam yang mempesona.
Selain panorama alam, Iseh juga menarik untuk dimanfaatkan sebagai wisata trekking. Di tempat ini pula bisa didapatkan kain tenun endek dan songket khas Karangasem yang diproses dengan alat tenun tradisional ( ATBM ).
Iseh terkenal sejak zaman penjajahan. Pelukis terkenal dunia, Walter Spies ( 1895–1942 ) pernah tinggal dan membangun gubuk kecil sebagai studio tempatnya melukis. Di tempat ini banyak dihasilkan lukisan-lukisan terbaiknya. Di samping melukis, Walter Spies juga tertarik empelajari gamelan, bahkan dia menjadi penyokong 2 sekeha ( kelompok ) gamelan sebagai bentuk eratnya interaksi dengan masyarakat setempat. Namun sayang, Walter Spies akhirnya menjadi korban ketika pesawat pembom Jepang menenggelamkan kapal yang ditumpanginya dalam pengungsian ke India pada tahun 1942. Bali telah kehilangan salah seorang sahabat terbaiknya. Pelukis terkenal lainnya yang kemudian muncul adalah Theo Meier, seorang warga negara Swiss pada tanggal 31 Maret 1908. Desa Iseh dengan latar belakang Gunung Agung, kehidupan masyarakat dan adat istiadat setempat menjadi inspirasi obyek lukisannya. Kedua pelukis terkenal itu sangat besar jasanya dalam memperkenalkan keindahan alam Desa Iseh.



Desa Tenganan
Desa Tenganan atau dikenal dengan Tenganan Pegeringsingan, merupakan salah satu dari sejumlah desa kuno di Pulau Bali. Pola kehidupan masyarakatnya mencerminkan kebudayaan dan adat istiadat desa Bali Aga (pra Hindu) yang berbeda dari desa-desa lain di Bali. Karenanya Desa Tenganan dikembangkan sebagai salah satu obyek dan daya tarik wisata budaya.
Lokasi Desa Tenganan Pegeringsingan terletak di Kecamatan Manggis, sekitar 17 km jaraknya dari Kota Amlapura, 5 km dari kawasan pariwisata Candidasa, dan sekitar 65 km dari Kota Denpasar.
Sebagai obyek wisata budaya, Desa Tenganan memiliki banyak keunikan dan kekhasan yang menarik untuk dilihat dan dipahami. Dari sistem kemasyarakatan yang dikembangkan, bahwa masyarakat Desa Tenganan terdiri dari penduduk asli desa setempat. Hal ini disebabkan karena sistem perkawinan yang dianut adalah sistem parental dimana perempuan dan laki-laki dalam keluarga memiliki derajat yang sama dan berhak menjadi ahli waris.
Hal ini berbeda dengan sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat di Bali pada umumnya.Di samping itu, mereka juga menganut sistem endogamy dimana masyarakat setempat terikat dalam awig-awig (hukum adat) yang mengharuskan pernikahan dilakukan dengan sesama warga Desa Tenganan, karena apabila dilanggar maka warga tersebut tidak diperbolehkan menjadi krama (warga) desa, artinya bahwa ia harus keluar dari Desa Tenganan.
Daya tarik lain yang dimiliki Desa Tenganan adalah tradisi ritual Mekaré-karé atau yang lebih dikenal dengan “perang pandan”. Mekaré-karé merupakan bagian puncak dari prosesi rangkaian upacara Ngusaba Sambah yang digelar pada setiap Bulan Juni yang berlangsung selama 30 hari.
Selama 1 bulan itu, Mekaré-karé berlangsung sebanyak 2-4 kali dan setiap kali digelar akan dihaturkan sesajen kepada para leluhur. Mekaré-karé atau “perang pandan” diikuti para lelaki dari usia anak-anak sampai orang-orang tua. Sesuai namanya, maka sarana yang dipergunakan adalah daun pandan yang dipotong-potong sepanjang ±30 cm sebagai senjata dan tameng yang berfungsi untuk menangkis serangan lawan dari geretan duri pandan. Luka yang diakibatkan oleh geretan duri pandan akan dibalur dengan penawar yang dibuat dari ramuan umbi-umbian, seperti laos, kunyit, dan lain-lain.
Mekaré-karé pada hakekatnya sama maknanya dengan upacara tabuh rah yang lazim dilakukan oleh umat Hindu di Bali ketika melangsungkan upacara keagamaan. Dalam upacara Mekaré-karé selalu diiringi dengan tetabuhan khas Desa Tenganan, yaitu gamelan selonding.



Keunikan lain yang dimiliki oleh Desa Tenganan yang tidak dimiliki oleh daerah lainya di Bali bahkan di Indonesia adalah kerajinan tenun double ikat kain Gringsing. Kata Gringsing itu sendiri berasal dari kata “gering” yang berarti sakit atau musibah, dan “sing” yang artinya tidak, maka secara keseluruhan gringsing diartikan sebagai penolak bala.
Proses pembuatan kain gringsing sangatlah unik dan memerlukan waktu yang lama (sampai 3 tahun), sehingga keberadaannya menjadi langka dan harganya cukup mahal.
Kain gringsing wajib dimiliki oleh warga Desa Tenganan karena merupakan bagian dari perlengkapn upacara, seperti dalam upacara ngaben (pembakaran jenazah) dimana kain gringsing ditempatkan pada pucuk badé (tempat mengusung mayat). Selain itu pada upacara potong gigi, gringsing dipergunakan pula sebagai alas bantal. Banyak cerita di masyarakat yang menyebutkan bahwa darah manusia digunakan dalam pemberian warna pada benang unuk memperoleh warna yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena kain gringsing memang didominasi oleh warna merah. Namun yang sebenarnya adalah bahwa bahan-bahan pewarna dalam pembuatan kain gringsing berasal dari getah-getah kayu tertentu dan biji kemiri yang diramu sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai pewarna.
Tidak banyak yang mengetahui bahwa keindahan alam Desa Tenganan berpotensi sebagai wisata alternatif jalur trekking dengan melewati jalan desa, perbukitan, dan juga hamparan sawah penduduk. Rute pendek jalur trekking ini dapat ditempuh dalam waktu ±3-4 jam.

Jemeluk - Amed
Jemeluk – Amed berkembang sebagai salah satuobyek wisata bahari dan merupakan primadona bagi wisatawan mancanegara dan nusantara. Terletak di Desa Purwakerti, Kecamatan Abang, berjarak sekitar 19 km dari Kota Amlapura – ibukota kabupaten –, 12 km dari Tulamben, 33 km dari obyek wisata Candidasa, dan ±78 km dari Kota Denpasar. Obyek wisata ini termasuk dalam pengembangan kawasan pariwisata Tulamben.
Daya tarik utama obyek wisata ini adalah panorama alam bawah laut yang menyimpan potensi keindahan terumbu karang dengan beraneka ragam jenis ikan hias. Keberadaan terumbu karang yang masih asli tetap diupayakan pelestariannya dengan kehidupan nelayan dan aktifitas pembuatan garam tradisional oleh masyarakat setempat juga menjadi daya tarik tersendiri.
Dari obyek wisata Amed kita dapat mencapai obyek wisata Taman Soekasada Ujung dengan jarak tempuh sekitar 1,5 jam lamanya melalui jalur lintas timur dengan melewati bibir tebing ujung timur Pulau Bali yang memiliki pemandangan eksotis di sepanjang perjalanan. Pemandangan laut lepas dengan jejeran puluhan perahu atau jukung nelayanmenjadi daya tarik yang tidak akan terlupakan dengan paduan panorama perbukitan. Di tempat ini banyak dibangun villa dan akomodasi hotel serta penginapan lainnya yang menawarkan fasilitas beragam.




Pelabuhan Padangbai
Padangbai dikembangkan sebagai obyek wisata alam dan budaya barada dalam satu kawasan pengembangan pariwisata Candidasa, terletak di Desa Padangbai, Kecamatan Manggis – Karangasem. Jaraknya sekitar 25 km dari Kota Amlapura, 13 km dari obyek wisata Candidasa, dan sekitar 31 km dari Kota Denpasar.
Di tempat ini terdapat pelabuhan yang menjadi akses transportasi laut ke Pulau Lombok – NTB. Nama Padangbai mendapat pengaruh dari Bahasa Belanda sebagai akibat dari adanya masa penjajahan yang sebelumnya bernama Teluk Padang. Lokasi ini merupakan sebuah teluk berpasir putih yang letaknya terlindung dari batu karang hitam yang kokoh. Karena lokasinya, maka kehidupan alam bawah lautnya terpelihara dengan baik.
Daya tarik yang dimiliki obyek wisata Padangbai di antaranya adalah pantai berpasir putih bersih dan tebal sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat berjemur sinar matahari (sun bathing) atau berenang di laut. Keindahan panorama alam bawah lautnya sangat baik untuk diving dan snorekling karena menyimpan berbagai jenis terumbu karang dan ikan-ikan hias yang sangat indah. Di tempat ini juga terdapat blue lagoon yang eksotis dan selalu menjadi incaran para wisatawan penyelam (divers).


Sebagai obyek wisata budaya, di Padangbai terdapat kompleks Pura Dang Kahyangan (pura milik umat Hindu secara keseluruhan). Di sebelah timur pantai Padangbai terdapat Pura Silayukti, yang didirikan oleh Empu Kuturan sekitar abad XI dalam perjalanan sucinya ke Bali. Empu Kuturan adalah seorang pendeta yang sangat besar jasanya dalam mengatur tata keagamaan Hindu di Bali, dimana ajarannya tetap ditaati dan dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali sampai sekarang. Di sebelah selatan Pura Silayukti terdapat Pura Tanjung Sari yang dibangun oleh Empu Bharadah, adik bungsu dari Empu Kuturan. Dan di sebelah barat pelabuhan Padangbai terdapat Pura Penataran Agung yang didirikan pada abad XVI oleh Dang Hyang Dwijendra yang terkenal pula dengan sebutan Pedanda Sakti Wawu Rawuh, keturunan dari Empu Kuturan.

Pura Besakih
Pura Besakih terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, berada di lereng sebelah barat daya Gunung Agung yang merupakan gunung tertinggi di Bali. Akses dari Kota Denpasar untuk mencapai tempat ini berjarak sekitar 25 km ke arah utara dari Kota Semarapura – Kabupaten Klungkung.
Perjalanan menuju Pura Besakih melewati panorama Bukit Jambul yang juga merupakan salah satu obyek dan daya tarik wisata Kabupaten Karangasem.
Letak Pura Besakih sengaja dipilih di desa yang dianggap suci karena letaknya yang tinggi, yang disebut Hulundang Basukih yang kemudian menjadi Desa Besakih. Nama Besakih diambildari Bahasa Sansekerta, wasuki atau dalam bahasa Jawa Kuno basuki yang berarti selamat. Selain itu, nama Pura Besakih didasari pula oleh mithologi Naga Basuki sebagai penyeimbang Gunung Mandara.
Banyaknya peninggalan zaman megalitik, seperti menhir, tahta batu, struktur teras pyramid yang ditemukan di kompleks Pura Besakih menunjukkan bahwa sebagai tempat yang disucikan nampaknya Besakih berasal dari zaman yang sangat tua, jauh sebelum adanya pengaruh Agama Hindu.
Kompleks Pura Besakih dibangun berdasarkan keseimbangan alam dalam konsep Tri Hita Karana, dimana penataannya disesuaikan berdasarkan arah mata angin agar struktur bangunannya dapat mewakili alam sebagai simbolisme adanya keseimbangan tersebut. Masing-masing-masing-masing arah mata angin disebut mandala dengan dewa penguasa yang disebut “Dewa Catur Lokapala” dimana mandala tengah sebagai porosnya, sehingga kelima mandala dimanifestasikan menjadi “Panca Dewata”.
Penjabaran struktur bangunan Pura Besakih berdasarkan konsep arah mata angin tersebut, adalah :
1. Pura Penataran Agung Besakih sebagai pusat mandala di arah Tengah dan merupakan pura terbesar dari    kelompok pura yang ada, yang ditujukan untuk memuja Dewa Çiwa;
2. Pura Gelap pada arah Timur untuk memuja Dewa Içwara;
3. Pura Kiduling Kereteg pada arah Selatan untuk memuja Dewa Brahma;
4. Pura Ulun Kulkul pada arah Barat untuk memuja Dewa Mahadewa;
5. Pura Batumadeg pada arah Utara untuk memuja Dewa Wisnu.



Puri Agung Karangasem
Puri Agung Karangasem terletak di pusat Kota Amlapura – ibukota kabupaten – jaraknya sekitar 65 km dari Kota Denpasar, 12 km dari kawasan pariwisata Candidasa, 5 km ke Taman Soekasada Ujung, dan sekitar 6 km ke obyek wisata Taman Tirtagangga. Dibangun pada abad ke-19 M oleh Anak Agung Gede Jelantik, Raja Karangasem I. Selain Puri Agung, terdapat 2 (dua) buah puri lain dalam areal kerajaan yang memiliki keterkaitan erat dengan Puri Agung, yaitu Puri Gede dan Puri Kertasura. Daya tarik utama Puri Agung adalah kemegahan arsitektur bangunannya yang merupakan perpaduan antara arsitektur Bali, China, dan Eropa. Puri Agung terdiri dari 3 (tiga) bagian areal. Bagian depan atau entrance disebut “bencingah”, tempat dimana diadakan pertunjukan kesenian tradisional, sedangkan sisi di sebelah kanan dan kiri diperuntukkan sebagai tempat menerima tamu.
Bagian tengah disebut “jaba tengah” yang dimanfaatkan sebagai kebun, dimana di tempat ini terdapat 2 buah pohon lychee yang sudah sangat tua. Dan bagian dalam areal berfungsi sebagai tempat bangunan utama yang disebut “maskerdam” yang mengadaptasi nama Kota Amsterdam di Belanda, karena pembangunannya dilakukan ketika Raja Karangasem menjalin hubungan persahabatan dengan pemerintah kerajaan Belanda. Bangunan ini dipergunakan sebagai istana raja. Bangunan lain di belakang maskerdam disebut “london” dipergunakan sebagai tempat tinggal keluarga raja. Pemberian nama demikian didasarkan karena Kota London di Inggris berdekatan dengan Kota Amsterdam di Belanda, maka nama-nama itupun diadaptasi ke dalam bangunan puri.
Di depan Istana Maskerdam terdapat “Bale Pemandesan” yang berfungsi sebagai tempat upacara potong gigi atau juga sebagai tempat penyimpanan sementara jenazah para keluarga puri hingga saatnya upacara pelebon (ngaben) dilaksanakan. 
Di dekat bangunan ini menghadap ke kolam terdapat patung singa bersayap yang besar. Di depan Bale Pemandesan terdapat “Bale Pawedaan” atau “Bale Lunjuk” sebagai tempat dimana para pendeta melakukan pemujaan dan persembahyangan bila upacara keagamaan berlangsung. Ada juga “Bale Kambang” atau Gili di tengah-tengah kolam yang berfungsi sebagai tempat pertemuan keluarga besar puri atau dipergunakan juga sebagai tempat latihan menari dan berkesenian lainnya.


Putung
Putung terletak di Desa Duda Timur, Kecamatan Selat. Jaraknya sekitar 64 km dari Kota Denpasar, ±19 km dari Kota Amlapura – ibukota kabupaten – dan mudah dicapai dengan angkutan umum. Dikembangkan sebagai obyek wisata alam karena letaknya di daerah pegunungan yang dikelilingi oleh perkebunan salak.
Daya tarik utama obyek wisata Putung adalah keindahan alam yang merupakan perpaduan antara panorama perbukitan, lembah, laut, hutan, dan perkebunan salak dengan hawa sejuk menyegarkan. Dari tempat ketinggian dapat dilihat petak-petak sawah milik penduduk di Desa Adat Buitan – Kecamatan Manggis dan Labuhan Amuk dengan lautnya yang membentang luas membiru dengan perahu-perahu ( jukung ) nelayan yang sedang berlayar, kapal pesiar ( cruise ) yang kebetulan datang bersandar, dan dikejauhan Pulau Nusa Penida milik Kabupaten Klungkung nampak jelas terlihat. Obyek wisata Putung berdekatan lokasinya dengan obyek agrowisata salak Sibetan di Kecamatan Bebandem.
Putung menjadi terkenal dengan keindahan panorama alamnya berkat lukisan Mr. Christiano, seorang pelukis asal Italia yang tinggal beberapa lama di Putung dan memperistri seorang wanita Karangasem dari Desa Manggis.

Taman Ujung
Taman Soekasada Ujung merupakan situs kerajaan, terletak dekat pantai di Desa Tumubu, Kecamatan Karangasem yang dikembangkan sebagai salah satu kawasan pariwisata Kabupaten Karangasem. Jaraknya ±5 km dari Kota Amlapura – ibu kota kabupaten – ke arah selatan, ±15 km dari kawasan pariwisata Candidasa, dan kira-kira 60 km jaraknya dari Kota Denpasar.
Taman Soekasada Ujung dibangun pada tahun 1919 pada masa pemerintahan Raja I Gusti Bagus Jelantik (1909 – 1945) yang bergelar Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem dan diresmikan penggunaannya pada tahun 1921. Taman ini dipergunakan sebagai tempat peristirahatan raja selain Taman Tirtagangga, dan juga diperuntukkan sebagai tempat menjamu tamu-tamu penting seperti raja-raja atau kepala pemerintahan asing yang berkunjung ke kerajaan Karangasem.
Dalam areal Taman Soekasada Ujungterdapat beberapa bangunan jugakolam besar dan luas. Ada3 (tiga) buah pintu masuk atau gerbang menuju areal taman. Gerbang utamaberada pada ketinggian di sisi barat sebagai entrance yang disebut “BaleKapal” karena dulunya bangunan ini dibuat menyerupai sebuah kapal.Selanjutnya dari entrance baleini pengunjung menuju areal taman dengan menuruni ratusan buah anak tangga.Dari tempat inilah keseluruhan areal taman dapat dinikmati.
Taman Soekasada Ujung dikembangkan seagai obyek wisata budaya karena kemegahan dan kekhasan bangunan yang merupakan perpaduan antara arsitektur Bali dan Eropa. Kondisinya yang rusak berat akibat letusan Gunung Agung – gunung terbesar di Bali – pada tahun 1963 semakin diperparah lagi dengan terjadinya gempa hebat di tahun 1976 yang meninggalkan puing-puing bangunan, namun tidak meninggalkan kesan megahnya. Untuk mengembalikan kemegahan Taman Soekasada Ujung, maka pada tahun 2001-2003 Pemerintah Kabupaten Karangasem memanfaatkan dana bantuan Bank Dunia membangun kembali Taman Soekasada Ujung dengan tujuan untuk mengembalikan keberadaannya kepada bentuk semula demi melestarikan warisan budaya yang menjadi kebanggaan Karangasem.
Dalam areal Taman Soekasada Ujung terdapat beberapa bangunan juga kolam besar dan luas. Ada 3 (tiga) buah pintu masuk atau gerbang menuju areal taman. Gerbang utama berada pada ketinggian di sisi barat sebagai entrance yang disebut “Bale Kapal” karena dulunya bangunan ini dibuat menyerupai sebuah kapal. Selanjutnya dari entrance bale ini pengunjung menuju areal taman dengan menuruni ratusan buah anak tangga. Dari tempat inilah keseluruhan areal taman dapat dinikmati.
Sesuai predikatnya sebagai Taman Air Kerajaan atau The Water Palace, maka Taman Soekasada Ujung memiliki 3 (tiga) buah kolam besar dan luas. Di tengah kolam I di sisi paling utara terdapat bangunan utama yang disebut “Bale Gili” yang dihubungkan oleh jembatan menuju arah selatan.
Di tengah-tengah kolam ini terdapat patung-patung dan pot-pot bunga. Di sebelah barat kolam I, di tempat yang agak tinggi terdapat bangunan berbentuk bundar, yang disebut “Bale Bunder” yang difungsikan sebagai tempat untuk menikmati keindahan taman dan panorama alam di sekitarnya. Di sebelah barat laut Bale Bunder, pada areal terasering yang tinggi terdapat bangunan persegi empat panjang yang disebut “Bale Lunjuk”. Ada sekitar 107 anak tangga menuju bangunan ini dari arah timur. Di tengah kolam II di sisi selatan kolam I terdapat bangunan yang disebut “Bale Kambang”. Bangunan ini dahulu berfungsi sebagai tempat jamuan makan untuk para tamu kerajaan. Di sebelah timur kolam II terdapat kolam III yang disebut Kolam Dirah dan merupakan kolam pertama yang dibuat oleh Raja Karangasem. Di areal sebelah utara taman, di tempat yang tinggi terdapat patung “warak” (badak) dan juga patung “banteng” yang dari mulut kedua patung tersebut air memancur keluar menuju kolam. Dan sekitar 250m di sebelah utara taman ini tedapat sebuah pura bernama “Pura Manikan” yang juga dibangun oleh Raja Karangasem.




Taman Tirta Gangga
Taman Tirta Gangga merupakan salah satu daya tarik wisata yang terletak di Desa Ababi, Kecamatan Abang. Jaraknya sekitar 5 km ke arah utara dari Kota Amlapura. Dibangun pada tahun 1948 oleh Raja Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem.
Sebelum dibangun, taman ini merupakan areal mata air besar dan masyarakat menyebutnya dengan embukan, artinya mata air. Mata air ini difungsikan oleh pnduduk dari desa-desa sekitarnya sebagai tempat mencari air minum dan tempat pesiraman atau penyucian Ida Betara (para dewa), oleh karena itu mata air itu disakralkan oleh penduduk setempat. Dari mata air inilah kemudian Raja Karangasem mendapat ide untuk membangun sebuah taman terlebih karena alamnya didukung oleh udara yang sejuk, yang kemudian diberi nama Taman Tirtagangga. Sama halnya dengan Tama Soekasada Ujung, maka Tama Tirtagangga memiliki keterikatan kuat dengan Puri Agung Karangasem.
Dalam areal Tama Tirtagangga terdapat beberapa kolam besar yang difungsikan sebagai kolam ikan dan tempat permandian. Air yang mengalir melalui pancuran-pancuran besar dan kecil yang keluar dari mulut patung-patung di kolam ini berasal dari sumber mata air sehingga terasa sejuk dan menyegarkan. Di tempat ini terdapat menara air mancur dan patung teratai bertingkat yang membagi dua buah kolam besar.
Pada masa kini Taman Tirtagangga berfungsi secara religius, sosial, dan juga sebagai hiburan. Secara religius, mata air di tempat tersebut dimanfaatkan sebagai air suci bagi masyarakat sekitarnya di samping sebagai tempat untuk upacara Dewa Yadnya dan Metirtayatra.
Secara sosial, sumber mata air Tirtagangga dimanfaatkan oleh pemerintah daerah sebagai sumber air bersih bagi masyarakat Karangasem. Dan sebagai hiburan, Taman Tirtagangga dikelola dan dikembangkan sebagai salah satu obyek dan daya tarik wisata yang banyak diminati serta dikunjungi sebagai tempat rekreasi.


By : Agus Heriyanta Adikayana
Dari berbagai sumber

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kabupaten Gianyar


Posisi Gianyar sangat strategis, baik dilihat secara geografis maupun dari sudut pandang lalu lintas perjalanan wisata di Bali. Desa-desa kabupaten yang terkenal karena prestasi artistiknya di bidang kerajinan patung, perak, lukisan, kesenian dan sejenisnya terletak di tepi jalan utama Denpasar-Gianyar-Klungkung-Karangasem.
Perjalanan dari Denpasar ke ujung timur Pulau Bali atau perjalanan yang datang dari Karangasem ke Denpasar akan melintas daerah-daerah Gianyar.
Wisatawan yang datang ke Bali melalui Bandara Ngurah Rai, akan melihat pesona desa-desa Gianyar di tepi jalan ketika mereka mengikuti trip ke arah timur, sedangkan wisatawan yang masuk ke Bali melalui pelabuhan Padangbai (biasanya wisatawan yang pergi dengan kapal pesiar atau Cruise ship mau tidak mau akan melewati desa-desa seni Gianyar dalam perjalanannya menuju Sanur, Kuta atau Nusa Dua. Setiap desa yang dilalui itu memiliki daya tarik yang khas sehingga dapat disebut sebagai potensi dan daya pikatnya).
Gianyar memiliki banyak destinasi wisata yang sangat menarik untuk dikunjungi diantaranya adalah :

BATUBULAN

Desa Batubulan merupakan desa perbatasan antara Gianyar dan Badung. Dari pusat Kota Denpasar jaraknya sekitar 8 Km. Batubulan terkenal kerajinan patung batunya. Disepanjang jalan utama berjejer toko-toko kesenian yang memajangkan patung batu padas. Patung-patung tersebut umumnya digunakan untuk kepentingan tempat suci atau sarana religi. Belakangan, hasil seni patung itu juga dimanfaatkan untuk kepentingan sekunder, misalnya hiasan taman.
Selain patung batu cadas, batubulan indentik dengan Tari Barong atau Barong Dance. Di desa ini terdapat 3 panggung terbuka (Tegal Tamu, Puri Agung dan Pura Puseh Bendul), tempat tari barong dipentaskan tiap hari, mulai pukul 10.00, dengan penonton utama para wisatawan Grup pertunjukan tari barong mulai berkembang sekitar tahun 1970-an dengan segala persfektifnya sampai sekarang. Sejalan dengan perkembangan pariwisata dan kejelian penduduk menangkap peluang, di Batubulan kini juga bisa dilihat pemasaran hasil kerajinan perak/emas, gerabah, meubel dan atau komponen rumah antik.



CELUK

Desa Celuk merupakan salah satu desa wisata yang terkenal dengan kerajinan perak, yang berada di dalam wilayah Kecamatan Sukawati, Kabupaten Daerah Tingkat II Gianyar. Untuk mengunjungi desa wisata ini sangat mudah dengan kendaraan bermotor karena lokasinya yang tidak jauh dari ibukota Denpasar, hanya berjarak sekitar 8 km menuju arah Gianyar, sebelum sampai pada kawasan Pasar Seni Sukawati. Setelah memasuki wilayah desa Celuk ini maka di sepanjang jalan itu terdapat banyak artshop yang saling berjajar. Hampir seluruhnya dari artshop-artshop tersebut memajang dan menjual barang-barang hasil kerajinan berupa emas dan perak.

SUKAWATI
Desa ini terkenal pasar seninya (Sukawati Art Market). Dengan kesabaran, gurauan, wisatawan bisa menawarkan barang-barang kerajinan yang hendak dibelinya. Citra pasar seni Sukawati yang bertahan sekarang adalah kualitas barang bagus dan harga relaif murah. Wisatawan domestik, bus-bus yang mengangkut siswa-siswa yang hendak berdarmawisata, kerap berhenti disini untuk membeli oleh-oleh dari Bali. Selain pasar induk itu, kini di Sukawati banyak terdapat kedelai-kedelai seni yang bertebaran di sebelah pasar seni yang juga menjual hasil kerajinan. Seperti juga di desa-desa lainnya, di Sukawati inipun dapat dijumpai pematung, pelukis, penari dan bahkan dalang seni wayang Kulit. Disepanjang Pasar seni Sukwati di sebelah Selatannya juga terdapat Pasr seni Guwang di buka sejak tahun 1996.

BATUAN
Desa ini juga terkenal sebagai desa seniman (artist) dan perjanjian (crafsment). Penari terkenal Bali, I Made Jimat, berasal dari desa ini. Dalam Bidang seni lukis, Desa Batuan berhasil mengembangkan satu gaya yang disebut gaya batuan, yang berawal dari experiment I Ngedon dan I Patera tahun 1930-an. Lukisan hitam putih (Black White) yang mereka ciptakan memberikan image magis yang kuatr.Belakangan pelukis Made Budi yang berhasil mengepresikangaya batuan dengan selera warna kombinatif.




MAS
Jarak Desa Mas sekitar 20 Km utara Denpasar atau 6 Km sebelum Ubud, desa ini terkenal sebagai desa ukiran kayu. Seni kerajinan patung kayu sudah berkembang sejak lama di Mas, tapi secara komersil baru berkembang tahun 1970-an ketika wisatawan mulai berdatangan ke Bali.
Pematung-pematung berkalibwer lahir di Mas seperti Ida Bagus Nyana, Kemudian anaknya yang bernama Ida Baqus Tilem (almarhum).Selain patung-patung dengan kualitas seni tinggi, di Mas juga berkembang patung-patung buah,bunga,dan binatang gaya baru yang pop art . Untuk patung buah-buahan yang realistik I Nyoman Togog adalah tokohnya yang sangat terkenal. Karena keahliannya dia mendapat Anugrah Upakerti dari presiden Soeharto.Daerah persawahan masih terbentang di sini,sehingga Mas masih memiliki pesona hijau.Selain sebagian besar penduduknya sebagai pengrajin,penduduk Mas juga ada yang bertani.

PELIATAN
Desa ini bersebelahan dengan Ubud,lokasinyna sekitar 2 Km arah selatan. Peliatan sangat terkenal akan seni tabuh dan seni tarinya.
Tahun 1931 grup tari dari desa ini melawat ke Paris di bawah pimpinan Anak Agung Gede Mandra (Gung Kak), lalu ke Amerika tahun 1951 dan tahun 1989, dan ke Australia tahun1971. Orang barat mengatakan bahwa Peliatan adalah Home of Legendary Legong (Rumah Legong yang Legendaris). Di samping itu, Peliatan juga sebuah desa patung dan lukisan. Banyak toko di desa ini menjual hasil kerajinan berupa patung buah, anjing, anggrek, bebek, burung, yang menjadi mode.
Disini ada juga pelukis gaya wayang. Sebuah galeri terkenal ada di Peliatan, yaitu Agung Rai Galleri, menyimpan koleksi lukisan bervariasi, dari pelukis gaya serta corak lukisannya.

UBUD
Kelurahan Ubud,merupoakan pusat kesenian di Bali.Daerah ini sudah sangat terkenal sejak lama , sejak tashun 1920-an ketika seniman, kompomis dan sarjana barat datang dan mencipta riset di sana sambil menikmati hidup di Ubud.Ubud terkenal akan seni lukisnnya, seni patung, seni tabuh juga seni tarinya. Lukissan Bali bisa dilihat di kedai kedai seni ubud dan juga yang terprenting ialah museum Ratna Warta yang dirintis pembangunannya oleh Cokorda Agung Sukowati atau Neka Museum, di Lemard Gallerry, dan Gallery Antonio Blanco. Untuk seni tabuh dan tari, Puri saren adalah pusatnya, di puri inlah lahir gamelan ”Sakeha Gong Sadha Budaya” yang pernah melawat ke Eropa dan negara-negara Asia.
Puri Saren Ubud secara rutin menyajikan pertunjukan tari dan tabuh untuk wisatawan. Yang utama adalah pelestarian kesenian, tepatnya seni pertunjukan, dan sarana kegiatan ritual adat. Untuk prestasi estetika, Sadha Budaya juga terus mengembangkan diri, meningkatkan kemampuan menabuh anggotanya.
Di Ubud banyak hotel mewah, yang artistik, dan banyak juga akomodasi sederhana yang diminati wisatawan.
Ubud juga sering mendapat sebutan desa wisata. Di sini terdapat pusat informasi pariwisata yang disaebut bina wisata. Selain objek wisata di atas, ubud juga memiliki Monkey Forest.
Yang terpenting adalah prilaku warga ubud yang terkenal ramah dan tulus dalam menyambut wisatawan.



PETULU
Di Desa Petulu yang paling menarik adalah habitat burung bangau ataukokokan. Ribuan burung putih berparuh panjang dan berumah dipohoin-pohon kayu sepanjang desa petulu.
Tiap pagi burung-burung itu berkepak riuh terbang keluar Petulu hendak mencari makan, sedangkan pada sore harinya kokokan itu kembali pulang ke sarangnya. Sore hari adalah saat yang tepat untuk berkunjung ke petulu. Meski demikian siang hari pesona Petulu juga teduh.
Keberhasilan petulu menjaga habitat bangau disana membuat pemerintah menganugrahkan hadiah Kalpataru kepada desa Petulu . Di desa yang letaknya sekitar 5 Km utara Ubud ini, juga terdapat seniman lukis dan pembuat bingkai berukir.



GOA GAJAH
Pura ini terletak disebelah barat desa Bedulu atau sekitar 6 Km timur Ubud. Di tyempat ini ada goa dan Pura berikut kolam tempat pertirtaan,yang berisi pancuran. Nma goa gajah berasal dari gua gajah, sebut nama yang di tulis oleh empu Prapanca di lontar Negara Kertagama tahun 1365 M.Gua gajah sebetulnya adalah sungai petani.Goa ini berbentuk huruf “T” berisi arca Ganesha yang dianggap sebagai dewa ilmu pengetahuan.
Berdasarkan tulisan tipe kediri yang berbuinyi kumon dan shahyangsa didinding timur mulut goa dan diperkirakan berasal dari abad ke XI.Berdasarkan peninggalan artefak dipura tersebut yakni peniggalan hinduistis(lingga,arca pancuran wyadara-wyadari)beserta peniggalan arca Busdhiistis(arca hariti,Arca Dyani budaha Amitabha), dan relief stupa bercabang tiga, maka sifat keagamaan dari komplek peniggalan purbakala digoa gajah adalah ciwa budha Tempat ini banyak dikunjungi oleh para wisatawan.Tahun 1993 tercatat 303.556 orang wisatawan mancanegara dan nusantara yang berkunjung melihart kepurbaan goa gajah.


YEH PULU


Relief kuno ini terdapat di sudut tenggara desa bedulu, di antara persawahan penduduk. Panjang relief ini kira-kira 25 m dan tingginya 2 M. Inilah relief terpanjang yang pernbah di temukan di bali sejauh ini, Kondisi relief Yeh Pulu masih baik. Relief ini terbentang dari utara ke selatan dan berakhir dengan ceruk pertapaan. Serta dibatasi oleh pahatan ganeca. iD pahatan tersebut tampak seorang laki-laki yang mengangkat tangan, orang membawa pikul,orang menyembah, orang naik kuda dan sebagainya. Di duga relief ini berasal dari abad ke XV. Sayang sekali higga kini belum diketahui benar cerita tersebut.


PURA PENATARAN SASIH
Pura ini terletak di Desa Pejeng di tepoi jalan raya menuju obyek wisata Tampaksiring. Pura ini terkenal karena terdapat sebuah nekara yang amat besar,dengan tinggi 186,5 cm dan berdiameter 160 cm. Nekara perunggu yang berasal dari jaman prasejarah (jaman pra hindu) terkenal dengan nama bulan pejeng yang berarti bulan yang jatuh ke bumi.
Oleh karena itu pura ini dinamaskjan puira peneteran sasih, “Sasih” berarti bulan. Yang menarik di sini adalah hisan”bulan pejeng”yang berebentuk kedok muka yang disusun sepasang sepasang dengan matanya yang besar membelalak, dengan telinga yang panjang dan anting-antingnya yang dibuat dari uang kepeng dengan hidung saegitiga’Bulan Pejeng ini juga dianggap sebagai subang Kebo Iwo. Sejumlah arca penting juga terdapat dalam pura Penataran Sasih.


PURA PUSERING JAGAT
Letak Pura Pusering Jagat terletak di sebelah utara Pura Kebo Edan dan dianggap sebagai “Pusat Dunia” disini terdapat sejumlah arca kuna, diantaranya Arca Catuhkaya. Kekunaan penting lainnya yang terdapat disini adalah sebuah bejana dari batu dengan relief menggambarkan para dewa mencari amerta. Bejana ini memuat tahun candra sengkala 1251 saka (1329 Masehi) yang menunjukan masa kerajaan Majapahit di Jawa Timur.
Bejana ini disebut juga Sangku Sudamala. Pada tahun 1952 bagian-bagian pecah atau retak dari bejana telah diperbaiki dan baru-baru ini bangunan Gedong Purus terdapat sebuah phallus dan sebuah vagina yang dibuat sangat naturalistik.

PURA GUNUNG KAWI
Pura ini terletak di Desa Tampaksiring tidak jauh dari jalan raya menuju Istana Tampaksiring. Komplek kekunaan Gunung Kawi yang sangat luas ini terbagi dua karena dipisahkan oleh Sungai Pakerisan. Sejak ditemukan kembali pada tahun 1920, peninggalan purbakala ini diperbaiki.
Disini terdapat dua kelompok candi tebing yang terdiri dari lima buah candi yang terdapat di sebelah timur sungai. Diantara kelompok ini ada yang memuat prasasti yang memakai huruf tipe kediri yang diduga berasal dari abad XI masehi. Pada kelompok yang kedua terdapat di sebelah barat sungai terdiri dari empat buah candi tebing dan ceruk-ceruk pertapaan atau wihara, demikian juga halnya dengan candi yang disebelah timur sungai.
Di sudut tenggara terdapat juga ceruk-ceruk pertapaan. Disebelah barat juga ada dan candi tebing yang sangat terkenal dengan nama Makam X, yang pada bagian pintunya juga memuat prasasti memakai huruf kediri. Menurut perkiraan komplek Gunung Kawi ini didirikan oleh Raja Anak Wungsu. Candi Tebing yang lain di Sungai Pakerisan adalah Candi Tebing Kerobokan, Candi Tebing Tegallingah dan diluar tempat itu adalah di Jukut Paku (Singakerta, Ubud) dan Tambahan (Bangli). Gunung Kawi juga banyak dikunjungi wisatawan.



PURA TIRTA EMPUL
Pura ini terletak sebelah timur di bawah Istana Tampaksiring. Sebuah prasasti Batu yang Masih tersimpan di Desa Manukkaya menyebutkan Pura ini dibangun oleh Sang Ratu Sri Candra Bhayasingha Warmadewa di dewa di daerah Manukaya. Prasasti ini memuat angka tahun 882 caka (960 masehi). Di sini terdapat sebuah mata air yang sangat besar, yang hingga sekarang dikeramatkan oleh penduduk setempat. Kekunaan yang terdapat disini ialah sebuah lingga-yoni dan arca lembu.
Sebetulnya masih banyak tempat-tempat menarik lainnya di Gianyar yang pantas dicantumkan disini. Boleh dikatakan hampir setiap sudut Gianyar adalah tempat yang menarik untuk dikunjungi. Berdasarkan SK. Bupati Gianyar Nomor 171/1994, tertanggal 5 Mei, Gianyar memiliki obyek wisata sebanyak 46 buah, Hanya keterbatasan tempat yang tidak memungkinkannya untuk dijajarkan didalam buku ini.



BALI SAFARI AND MARINE PARK
Bali Safari and Marine Park terletak di Jalan Bypass Prof. Dr. Ida Bagus Mantra tepatnya berada di tiga desa di Gianyar, yaitu Desa Lebih, Desa Serongga, dan Desa Medahan. Lokasi yang dapat ditempuh dari Denpasar 17 km dan jarak tempuh dari Kuta 30 km. Kawasan ini merupakan objek wisata nasional yang dibangun diatas lahan seluas 40 hektar.
Bali Safari and Marine Park menyediakan sebuah medium unik dalam sebuah kombinasi dari kehidupan satwa liar di habitat aslinya dengan ekosistem yang bersinggungan dengan kebudayaan masyarakat Bali. Disini wisatawan dapat menikmati berbagai jenis satwa langka yang terdiri dari 80 spesies dan 400 ekor satwa yang berasal dari tiga region, yaitu Indonesia, India, dan Afrika. Satwa langka yang menjadi kebanggaan Indonesia antara lain, Jalak Putih, Burung Hantu, Babi Rusa, Buaya, Tapir, Gajah Sumatra, Rusa Timor, Beruang Madu, Harimau Sumatera. Sedangkan Satwa langka yang menjadi kebanggaan bagi India yaitu , Rusa Tutul, Beruang Himalaya, Nilgai, Black Buck. Serta tak kalah menarik satwa langka yang menjadi kebanggan bagi Afrika yaitu Kuda Nil, Grevy Zebra, Onta Punuk Satu, Burung Unta, Babbon, Blue Wildebeest, dan Singa.


BALI ZOO
Bali zoo atau Kebun Binatang Bali berlokasi di desa Singapadu, Gianyar hanya 30 menit dari pusat kota Denpasar. Bagi anda pecinta satwa, Bali Zoo adalah salah satu kebun binatang di Bali yang cook untuk anda kunjungi. Kebun binatang ini mempunyai koleksi yang cukup banyak mulai dari harimau, burung, reptil termasuk komodo dan banyak lagi lainnya.

BALI BIRD PARK
Bali Bird Park adalah sebuah taman burung yang terletak di daerah singapadu kabupaten Gianyar. Anda bisa melihat koleksi burung dari Indonesia , afrika dan Amerika selatan. Dengan luas sekitar dua hektar Bali Bird Park memiliki hampir 1000 koleksi burung dalam 250 spesies yang berbeda. Disamping itu taman dengan koleksi sekitar 2000 tanaman tropis termasuk 50 jenis pohon palem.


By : Agus Heriyanta Adikayana
Dari berbagai sumber




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kota Madya Denpasar

Kawasan Pariwisata Sanur



Pantai Sanur merupakan pantai yang bersejarah karena Pantai ini merupakan pantai tempat mendaratnya pasukan kerajaan Belanda ketika Belanda menyerang wilayah Badung pada zaman penjajahan.
Dikalangan pariwisata, pantai Sanur pertama kali diperkenalkan oleh pelukis dari Belgia bernama A.J. Le Mayeur bersama istrinya Ni Poloh yang menetap di Sanur sejak tahun 1937. Pada tahun 1963 geliat pariwisata Sanur semakin terasa dengan didirikannya Hotel Bali Beach (sekarang Inna The Grand Bali Beach) yang merupakan hotel pertama kalinya dibangun di Bali. Sampai sekarang kawasan ini masih menjadi salah satu tujuan wisata utama di Kota Denpasar.  
Dalam upaya meningkatkan daya tarik kawasan pariwisata Sanur, sejak tahun 2006,  dilaksanakan Sanur Village Festival. Sanur Village Festival adalah suatu event tahunan yang rutin diadakan di Sanur. Event ini diprakarsai oleh komunitas masyarakat Sanur, melalui Yayasan Pembangunan Sanur (YPS) dan dudukung oleh Pemerintah Kota Denpasar. 


Monumen Perjuangan Rakyat Bali

Lokasi monumen ini sangat strategis karena terletak di depan Kantor Gubernur Bali,  tepatnya di Lapangan Nitimandala  Renon. Kecamatan Denpasar Timur. Monumen dengan luas bangunan 4.900 m2 dan luas tanah 138.830 m2 .ini didirikan untuk mengabadikan semangat perjuangan rakyat  Bali dari masa ke masa dan semangat patriotisme serta  memberi penghormatan kepada para pahlawan. Daya tarik Monumen ini  yaitu bangunannya yang megah dengan arsitektur khas Bali. Monumen dibangun dengan bentuk bajra (genta) yang menjulang tinggi. Secara horizontal, susunan bangunan berbentuk segi empat bujur sangkar simetris dan mengacu pada konsep Tri Mandala, dan secara vertikal, monumen ini juga terbagi menjadi tiga bagian yaitu mengacu pada konsep Tri AnggaPada lantai tengah monumen ini terdapat  33 buah unit diorama yang berdemensi 2 x 3 meter yang menggambarkan adegan proses masa ke masa kehidupan orang Bali hingga sejarah sejarah perjuangan rakyat Bali.

Jam buka Monumen :
Senin-Jumat     :     08.00-17.00 WITA
Sabtu               :     09.30-17.00 WITA 
Minggu             :     10.00-17.00 WITA


Museum Bali

Museum Bali terletak di pusat Kota Denpasar, tepatnya di Jalan Mayor Wisnu, di sebelah timur lapangan Puputan Badung dan di sebelah selatan Pura Jagatnatha. Museum ini merupakan museum tertua di Bali dan merupakan pemicu kehadiran museum-museum lainnya. Berdasarkan atas koleksinya, Museum Bali merupakan museum etnografi yang memiliki dan memamerkan benda-benda budaya dari zaman prasejarah sampai kini yang mnecerminkan seluruh unsur kebudayaan Bali terdiri dari koleksi arkeologi, koleksi historika, koleksi seni rupa dan koleksi etnografika.
Museum Bali yang di bangun pada tahun 1910 menggunakan arsitektur tradisional dengan ornamen yang khas Bali. Struktur fisiknya mengikuti struktur fisik dengan konsep trimanandala yaitu nista mandala/jaba sisi  ( bagian luar ), madya mandala /Jaba tengah ( bagian luar sebelum memasuki bagian inti), dan utama mandala/jeroan (bagian inti),
Terdapat tiga bangunan utama untuk memamerkan koleksi museum :
1. Gedung Karangasem , dengan arsitektur khas Bali Timur untuk memamerkan koleksi Panca Yadnya.
2. Gedung Denpasar, untuk memamerkan koleksi prasejarah, sejarah dan seni rupa.
3. Gedung Buleleng , dengan dengan arsitektur gaya Bali Utara untuk memamerkan koleksi kain tradisional. 

Jam buka :
Minggu – Kamis             : 08.00 - 15.00 WITA
Jumat                         : 08.00 - 12.30 WITA
Sabtu dan libur resmi   : Tutup.






Mangrove Information Centre (Hutan Bakau)


Man­grove meru­pakan tum­buhan tro­pis yang komu­ni­tas tum­buh­nya didaerah pasang surut dan sep­a­n­jang garis pan­tai (seperti : tepi pan­tai, muara laguna (danau dip­ing­gir laut) dan tepi sun­gai) yang dipen­garuhi oleh kon­disi pasang surut air laut. Hutan man­grove selain memainkan per­anan pent­ing dan memi­liki beraneka fungsi secara umum seperti melin­dungi pan­tai dari gelom­bang yang tinggi, angin yang ken­cang dan erosi, juga memiliki peranan penting dalam pengembangan pariwisata khususnya ekowisata.
Ekowisata mangrove terletak di Jl. By Pass Ngurah Rai, Kecamatan Denpasar Selatan, dengan jarak tempuh kurang lebih 20 menit ke arah selatan dari pusat Kota Denpasar. Ekowisata ini banyak dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Salah satu fasilitas utama di kawasan ini adalah jambatan kayu yang melintasi hutan mangrove dengan panjang ± 1.850 m. Jembatan ini dimanfaatkan bagi wisatawan untuk berkeliling menikmati lingkungan hutan mangrove. Beberapa aktifitas lainnya yang dapat dinikmati antara lain canoing/rafting di sepanjang kawasam, birdwatching dan aktifitas ekowisata lainnya. 


Taman Budaya (Art Centre)

Taman Budaya terletak di Jl. Nusa Indah kurang lebih 2 km ke arah timur dari pusat kota Denpasar.  Taman Budaya awalnya merupakan sebuah proyek Pengembangan Pusat Kesenian Bali di Denpasar yang dibentuk pada tahun 1969 bertujuan untuk melestarikan kekayaan seni budaya daerah Bali. Proyek ini merupakan gagasan dari almarhum Prof.Dr. Ida Bagus Mantra, yang kemudian memberikan mandat kepada seorang arsitektur terkemuka ,Ida Bagus Tugur,  untuk membangun kawasan ini . Pada pokoknya kawasan Taman Budaya yang dibelah sebuah sungai dari timur ke barat ini dibagi menjadi 3 lokasi antara lain :
  1. Lokasi Suci/tenang, meliputi Gedung perpustakaan Widya Kusuma, Pura Taman Beji, Bale Selonding, Bale Pepaosan Amertha Saraswati dan kalangan Ayodya.
  2. Lokasi Setengah ramai, meliputi arena anak-anak, Bale Gili, Bale Kambang, Jembatan Gajah Mina, Gedung Pameran Utama Mahudara Mandhara Giri Bhuvana, Gedung Krya Sembrani Occaihcrawa, Kalangan Krya Mandala, Bale Wantilan, Patung Kumbakarna Karebut, Studio Patung, Studio Melukis, dan Wisma seniman.
  3. Lokasi  ramai, meliputi Kalangan Angsoka, Kalangan Ratna Kandha, Panggung Terbuka Ardhacandra, Panggung Tertutup Ksirarnawa, Kalangan Madia Mandala, ruang rapat dan kafetaria.
Taman Budaya (Art Centre) senantiasa digunakan sebagai pusat penyelenggara Pesta Kesenian Bali (PKB) setiapa tahunnya pada pertengahan bulan Juni s/d Juli. 
Senin - Kamis              : 08.00 - 14.00 WITA
Jumat – Minggu           : 08.00 - 12.00 WITA
Hari libur nasional       : tutup


Desa Budaya Kertalangu

 Desa Budaya Kertalangu terletak di Kesiman Kertalangu Denpasar, Desa Budaya Kertalangu adalah salah satu objek dan daya tarik wisata di Kota Denpasar yang memanfaatkan hamparan persawasahan sebagai daya tarik utama. Dengan tersedianya faslitas jogging track sepanjang 4 km, wisatawan dapat menikmati  alam dan aktifitas persawahan di tengah Kota. Wisatawan baik mancanegara maupun domestik tertarik mengunjungi kawasan ini karena disamping dapat menikmati alam persawahan, juga dapat menikmati beberapa aktifitas wisata antara lain : wisata kuliner, memancing, berkuda, spa, wisata belanja (shopping), wisata kerajinan dan wisata budaya. Pengambangan Desa Budaya Kertalangu juga merupakan upaya pengembangan kepariwisataan dan pelestarian pertanian di wilayah Desa Kesiman Kertalangu.

Pura Maospahit (Tonja)
Pura Maospahit berlokasi di Banjar Tatasan Kelod Kelurahan Tonja Kecamatan Denpasar Utara. Dari Kota Denpasar Pura ini jaraknya kurang lebih 2 km ke arah timur laut. Dilihat dari karakteristiknya, Pura ini adalah Pura milik keluarga, tergolong sebagai Pura Kawitan. Salah satu daya tarik Pura ini adalah adanya peninggalan arkelogi di dalam Pura. Tinggalan arkeologi di Pura Maospahit Tonja terdiri dari : Meja Batu, Palung Batu, Candi (Prasada) dan Candi Kurung. Tinggalan di Pura ini dapat dikelompokan menjadi dua periodisasi yaitu periode prasejarah (tradisi megalitik) dan periode klasik (sekitar abad ke 4-15). 


PuraMaospahit (Grenceng)


Lokasi pura Maospahit di Banjar Panji Gede, Desa Pemecutan Kaja, Denpasar Utara. Pura ini dapat dicapai dengan mudah, terletak 50 m di sebelah utara perempatan jalan Thamrin. Pura ini mneghadap ke Barat, terdiri atas 3 halaman yaitu halaman dalam (Jeroan), halaman Tengah (Jaba Tengah) dan halaman luar (Jabaan). Berdasarkan karakteristiknya, Pura ini adalah Pura keluarga dan merupakan pura Kawitan. Tinggalan arkeologi di Pura Maospahit Gerenceng berupa arca terakota (terbuat dari tanah liat) berjumlah empat buah, dan dua buah berupa arca dwarpala ditempatkan ditempatkan di depan pintu pada pelinggih Taksu Manik Galih, dan satu bauh lagi ditempatkan pada pelinggih Taksu Jawa. Peninggalan lain berupa miniatur candi terbuat dari batu bata yang ditempatkan di dalam gedong candi raras Maospahit. Hal lain yang menarik adalah bentuk candi kurung di Pura Maospahit yakni : ramping, terbuat dari batu bata dan hiasannya berupa kombinasi karang goak dan karang tapel. Berdasarkan ragam hias dan bentuknya kedua candi kurung di Maospahit menunjukkan persamaan dengan candi di Jawa Timur. Diperkirakan berasal dari abad 14-15.

Pura Blanjong

Pura Blanjong berlokasi di Banjar Blanjong, Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan. Pura ini terdiri dari dua halaman yaitu halaman dalam (jeroan) dan halaman luar (jabaan). Daya tarik Pura Blanjong salah satunya yaitu keberadaan peninggalan arkeologi yaitu prasasti Blanjong.  Prasasti Blanjong adalah sebuah prasasti yang memuat sejarah tertulis tertua tentang Pulau Bali. Prasasti ini terbuat dari batu padas, berbentuk tiang batu atau pilar dengan ukuran tinggi 1,77 m, garis tengah 0,62 meter. Pada bagian atas berntuk bunga teratai  (lotus). Prasasti ini memakai dua bahasa dan dua huruf sehingga disebut prasasti bilingual yaitu disisi barat laut terdapat enam baris tulisan dengan huruf Pranegari dan menggunakan bahasa Bali Kuno (Kawi) dan di sisi tenggara terdapat tiga belas baris tulisan dengan huruf Bali Kuno dan memakai bahasa Sansekerta. Prasasti ini ditemukan oleh Stutterheim sekitar tahun 1930. Pada prasasti ini disebutkan kata Walidwipa, yang merupakan sebutan untuk Pulau Bali. Prasasti ini bertarikh 913 M, dan dikeluarkan oleh seorang raja Bali yang bernama Sri Kesari Warmadewa.
Puri Pemecutan

Puri ini terletak kurang lebih 200 meter dari Taman Puputan Badung, tepatnya di jalan Thamrin dan juga sangat dekat dengan Pasar Badung/Kumbasari. Keunikan dari Puri Pemecutan ini terletak pada arsitekturnya yang bergaya traditional Bali,  dibangun pada abad ke 16. Hingga saat ini Puri Pemecutan masih menjadi tempat tinggal Sang Raja Ida Cokorda Pemecutan beserta keluarga dan kerabatnya. Selain itu yang menjadikan tempat ini menarik dengan adanya satu set gamelan tradisional dan pemerajan agung sebagai tempatpersembahyangankeluarga.
Puri Satria 

Lokasi Puri Satria kurang lebih 300 meter arah utara Lapangan Puputan Badung di jalan Veteran Denpasar. Areal depan Puri digunakan sebagai tempat berjualan aneka jenis binatang peliharaan seperti beraneka jenis burung, ikan, anjing dan lain sebagainya. Tempat persembahyangan keluarga yang luas dan indah tidak hanya digunakan oleh kalangan keluarga Raja, akan tetapi oleh masyarakat di sekeliling Puri. Pada Puri ini juga terdapat sebuah gedung terbuka yang disebut dengan ’Pendopo’ dimana dahulu digunakan sebagai tempat pertemuan para Raja diseluruh Bali.

Puri Jro Kuta

Puri Jero Kuta lokasinya kurang lebih 300 meter dari pasar tradisional Badung/Kumbasari, dan sekitar 100 meter dari Pura Maospahit, tepatnya di jalan Kumbakarna Denpasar. Puri Jero Kuta memiliki komplek bangunan yang unik seperti : Ancak saji, Semanggen, Ranggi, Pewaregan, Saren Raja, Saren Kangin, Paseban, Pemerajan Agung dan ’Pekandelan’ yang berfungsi sebagai benteng untuk melindungi areal Puri.


Puri Kesiman

Puri kesiman letaknya sangat dekat dengan Pura Petilan Pengerebongan, tepatnya di jalan WR. Supratman, Desa Kesiman Denpasar Timur. Seperti Puri - Puri lainnya di Bali, keistimewaannya ada pada bangunan yang bercirikan khas Bali sebagai tempat tinggal keluarga raja, demikian pula tempat persembahyangannya.



Pasar Badung

Pasar Badung merupakan pasar tradisional terbesar di Kota Denpasar. Pasar ini terletak di Jl. Gajah Mada, ± 1 km ke arah barat dari Pusat Kota Denpasar (Patung Catur Muka). Pasar Badung menyediakan berbagai macam kebutuhan, baik itu kebutuhan pokok, makanan tradisional, barang-barang seni khas Bali dan sebagainya. Pasar Badung banyak dikunjungi oleh wisatawan, disamping mereka dapat menyaksikan proses jual beli dari pedagang kepada pembeli yang masih terkesan tradisional dimana terdapat transaksi tawar menawar, adanya tenaga suun (membawa barang dagangan) dan sebagainya, mereka juga dapat menikmati wisata kuliner tradsional dan membeli aneka barang kerajinan khas Bali. Pasar Badung memiliki waktu operasional setiap hari dimana buka dari pagi dini hari hingga larut malam. Bahkan dapat dibilang bahwa pasar ini tidak pernah sepi akan pengunjung karena waktu operasional hampir mencapai 24 jam sehari.



Pasar Kreneng
Pasar Kreneng merupakan pasar terbesar kedua di Kota Denpasar. Lokasi pasar ini terletak di jalan Kamboja, kira-kira terletak 3 kilometer dari pusat kota Denpasar. Selain sebagai pasar, di tempat ini juga terdapat sebuah terminal sebagai tempat pemberhentian angkutan umum di Kota Denpasar. Keunikan pasar ini adalah pasar ini memiliki dua operasional waktu yang berbeda. Pada pagi hari pasar tradisional Kereneng ini dikenal sebagai pasar yang menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari hingga menjelang sore. Namun pada malam hari pasar ini berubah menjadi pasar malam yang menyediakan berbagai macam makanan khas tradisional Bali dan makanan tradisional dari daerah lainnya yang ada di Indonesia.


Pasar Burung Satria

Pasar Burung Satria berlokasi di pusat kota Denpasar, tepatnya di jalan Veteran, ± 500 m ke arah utara dari Patung Catur Muka. Letaknya yang terdapat di pusat kota memudahkan pasar ini dijangkau oleh setiap orang. Keunikan dari pasar ini adalah menjual berbagai jenis burung, unggas, ikan, hias dan hewan piaraan lainnya.

By : Agus Heriyanta Adikayana
Dari berbagai sumber

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS