GEOPARK & DMO
Batur - Kintamani
Kintamani. Sebuah nama yang telah
tersohor dari zaman penjajahan Belanda. Nama Bali, khususnya Kintamani mulai
dikenal di kancah internasional pada tahun 1912, lewat sebuah buku yang ditulis
oleh seorang dokter muda asal Jerman yang bernama Gregor Karuse dengan bukunya
yang berjudul Bali 1912. Buku inilah yang dikatakan “membidani” lahirnya
pariwisata Bali.
Meskipun
sisi kecantikan wanita Bali menjadi perhatian utama, Gregor Krause membahas
semua aspek kehidupan masyarakat Bali dalam buku tersebut. Mulai dari keseharian
masyarakat, tradisi Hindu, upacara di Pura, masyarakat desa, pertanian, Ngaben
hingga keramahan para punggawa Bali bahkan kepada tawanan perang.
Well
guys, back to the topic. Nah dari buku itulah kecantikan alam kintamani mulai
dikenal oleh bangsa Eropa. Yang menjadi main attraction di
Kintamani itu sendiri adalah Gunung & Danau Batur, Sunrise dan juga Anjing
Kintamani. Gunung Batur sendiri tepat berada di sisi danau Batur. Gunung Batur
memiliki ketinggian sekitar 1.717 mdpl yang telah meletus sebanyak 30 kali
tercatat dari tahun 1804 – 2000. Letusan yang terbesar tercatat pada tanggal 2 Agustus dan
berakhir 21 September 1926 yang menelan banyak korban jiwa dan memusnahkan Pura
Ulun Danu Batur serta Desa Batur. Sedangkan letusan terakhirnya terjadi pada
tahun 2000. Hingga saat ini Gunung Batur masih berstatus aktif.
Letusan
tersebut kemudian membentuk kaldera dan meninggalkan hasil letusan yang tak
ternilai harganya. Hal ini lah yang mendasari dimasukkannya Gunung Batur ke
dalam GGN (Global Geopark Network). Menurut professor Nakada, terdapat tiga
unsur utama yang menjadikan geopark bertahan sebagai geopark. Yaitu : 1. Tidak adanya
perubahan terhadap landscape terus menerus karena ulah manusia. 2. Geopark tersebut
harus berperan menjadi sumber pembelajaran dan penegtahuan bagi masyarakat di
sekitarnya mengenai gunung api dan atau yang lain baik yang membahayakan
ataupun yang bermanfaat bagi masyarakat tersebut. 3. Peranannya sebagai atraksi
wisata. Untuk kriteria yang yang kedua sendiri, yakni sebagai sumber pembelajaran dan penegtahuan bagi masyarakat, di Kintamani telah dibangun sebuah museum yang menyimpan berbagai peninggalan letusan Gunung Batur yang bernama Museum Gunung Batur.
Profesor Nakada menambahkan, faktor ekonomi merupakan salah satu tantangan
berat, agar status sebuah geopark tetap bertahan dalam GGN. Hal ini terutama
terjadi pada geopark yang menjadi sumber perekonomian bagian masyarakat
sekitar, yang memanfaatkan galian di sekitar lokasi geosite. Hal inilah yang
juga terjadi pada Geopark Batur yang telah menjadi tempat galian batu dan pasir
(galian C) semenjak puluhan tahun lalu.
Untuk membangun kembali pariwisata di
Kintamani yang pernah meredup serta untuk mempertemukan seluruh stakeholders di
Kintamani agar terjadi kata “sepakat” dalam pengembangan Kintamani tersebut,
maka dibentuklah Destination Management Organization (DMO) Batur – Kintamani.
DMO inilah yang kemudian menjadi
katalisator bagi seluruh stakeholders di Kintamani, mulai dari Pemerintah,
Swasta serta Masyarakat agar menemukan kata “sepakat” untuk pengembangan
kawasan pariwisata kintamani kedepannya. DMO Batur Kintamani merupakan salah
satu dari 15 DMO yang ada di Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi 15 desa
yang terdapat di Kecamatan Kintamani. Masing – masing desa kemudian dibuatkan
Lokal Walking Group (LWG), yang totalnya terdapat 15 LWG dengan nama Wingkang
Ranu. Dari 15 LWG tersebut, kemudian dibagi lagi menjadi 5 kelompok dimana setiap
kelompok beranggoatakan 3 LWG. Kelompok tersebut antara lain :
1.
Batur Kalanganyar (Desa Batur Utara,
Batur Tengah dan Batur Selatan).
2. Singamandawa (Desa Kintamani, Desa Sukawana dan Desa Pinggan).
3. Ulundanu Muncar (Desa Songan A,
Songan B dan Desa Blandingan).
4.
Manuk Jambe Tarumenyan (Desa Trunyan,
Desa Kedisan dan Desa Buahan).
5.
Abang Erawang (Desa Abang Songan, Abang Batu Dinding dan Desa Suter).
LWG tersebut bertugas untuk menggali
potensi wisata yang terdapat di desanya masing – masing. DMO yang dibantu oleh
LWG terebut juga melakukan penyuluhan mengenai pengembangan pariwisata di
Kintamani termasuk status Gunung Batur yang telah menjadi anggota GGN. Dengan pendekatan
bottom – up, yakni dari masyrakat yang diteruskan ke penentu kebijakan,
diharapkan DMO tersebut dapat memfasilitasi masyarakat untuk menyampaikan
hambatan ataupun keluhan yang terjadi di lapangan ke pada penentu kebijakan
serta sebaliknya. Hingga akhirnya seluruh stakeholders bertemu pada satu titik
untuk pengembangan pariwisata di Kintamani yang lebih baik.
By : Sukariyanto
Picture by : Google, Presentasi Geopark Batur
Inspired by : Wingkang Ranu Kintamani edisi April 2013