RSS


OGOH - OGOH

     Nyepi udah makin deket guys. Nah, salah satu tradisi masyarakat Hindu Bali menjelang Nyepi adalah  membuat Ogoh – Ogoh. Ogoh – Ogoh sendiri merupakan boneka raksasa yang pada awal kemunculannya kerangka Ogoh – Ogoh tersebut dibuat dari kayu yang kemudian dibuat bentuk dengan anyaman bambu. Namun seiring perkembangannya, kini Ogoh – Ogoh lebih banyak dibuat dengan kerangka besi. Tujuannya sudah barang tentu agar lebih kuat dan bisa dipakai berkali – kali. Besi tersebut kemudian dilapisi Styrofoam yang telah dibentuk sesuai dengan karakter Ogoh – Ogoh yang akan dibuat. Ogoh – Ogoh kemudian dihias dengan kain dan berbagai pernak – perniknya yang juga ditambah dengan lampu – lampu yang akan menghiasinya ketika malam tiba.

     Ogoh – Ogoh dibuat untuk melambangkan Buta Kala (kekuatan negatif). Pada umumnya bentuk Ogoh – Ogoh diambil dari cerita pewayangan guys. Terutama karakter yang jahat (melambangkan kekuatan negatif). Selain karakter tertentu, Ogoh – Ogoh juga sering dibuat dengan memadukan beberapa karakter. Seperti Dewi Sinta yang diculik oleh Rahwana. Jadi dalam satu Ogoh – Ogoh terdapat lebih dari satu karakter. Tak jarang, dalam pementasannya, selain diiringi dengan Gamelan Baleganjur juga disisipkan fragmen tari dan mololog yang mengisahkan cerita tentang Ogoh – Ogoh tersebut.


     Ogoh – Ogoh dipentaskan sehari sebelum hari raya Nyepi, atau yang disebut dengan hari Pengrupuk. Pementasan biasanya dimulai ketika sore hari guys. Masyarakat Bali percaya bahwa Buta Kala biasanya keluar ketika petang atau peralihan dari siang (sore) ke malam. Nah, hari Pengrupuk itu dipercaya sebagai hari yang paling angker. Maka dari itulah, masayarakat Hindu Bali melakukan “Pecaruan” atau penyucian alam semesta dengan sesajen yang paling besar pada hari Pengrupuk yang jatuh pada bulan ke Sembilan di banding bulan – bulan lainnya guys. Setelah diarak keliling desa, Ogoh – Ogoh kemudian dibakar sebagai simbolis bahwa Buta Kala telah diusir. Nah diharapkan dengan dilakukannya upacara “Pecaruan atau Tawur Agung Kesanga” dan dibakarnya Ogoh-Ogoh tersebut, diharapkan hari raya Nyepi dan hari – hari berikutnya bisa dijalankan dengan baik tanpa ada gangguan atau halangan yang berarti.

     Sebenarnya Ogoh – Ogoh bukannlah suatu keharusan ketika merayakan hari raya Nyepi. Pasalnya, Ogoh –  Ogoh baru ada beberapa puluh tahun belakangan yang merupakan kreatifitas dari generasi muda. Ogoh – Ogoh kemudian dimaknai sebagai simbolis dari Buta Kala seperti yang sudah saya jelaskan di atas. Dilihat dari sisi seni dan kreatifitas, maka Ogoh – Ogoh dianggap perlu sebagai sarana untuk menyalurkan kreatifitas generasi muda dan menjauhkkannya dari hal – hal negatif seperti mabuk – mabukan atau berinteraksi dengan narkoba. Dengan demikian Ogoh – Ogoh terus berkembang hingga saat ini. Bahkan, kreatifitas generasi muda terus berkembang. Ogoh – Ogoh tidak hanya mengambil karakter dari cerita pewayangan, melainkan cerita dari kehidupan nyata. Seperti yang banyak dibuat, yaitu Ohoh – Ogoh Koruptor Indonesia. Meski tidak mengambil karakter tokoh pewayangan, Ogoh – Ogoh tersebut tetap memiliki nilai estetika yang tinggi guys. Dan yang paling penting, tetap pada pakemnya yaitu melambangkan kekuatan negatif.



Akhir kata, Selamat Hari Raya Nyepi bagi anda yang merayaknnya J

By : Sukariyanto
Pictures by Google

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS


Tenganan Pegringsingan


     Terletak di antara perbukitan sekitar 76 Km dari Denpasar, tepatnya di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Tenganan Pegringsingan merupakan sebuah desa wisata yang masih mempertahankan keaslian budayanya. Meskipun Bali telah mengalami modernisasi dan sudah begitu banyak budaya asing yang masuk, Desa Tenganan Pegringsingan masih tetap bertahan dengan kesederhanaannya. Masyarakat desa tersebut merupakan masyarakat Bali Asli atau Bali Aga. Berbeda dengan masyarakat Hindu Bali pada umumnya yang merupakan keturunan dari Kerjaan Majapahit.

     Masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan masih tetap memegang teguh tradisi dan hukum adat (awig – awig)nya. Dengan cara itulah mereka masih bisa tetap bertahan dengan kesederhanaannya di tengah modernisasi yang telah melanda daerah – daerah di sekitarnya. Aktivitas masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan merupakan daya tarik utama bagi wisatawan yang berkunjung ke desa tersebut. Kegiatan yang biasa mereka lakukan seperti membuat kain tenun ikat Gringsing yang merupakan kain khas Desa Tenganan. Selain itu, beberapa di antranya juga membuat lukisan yang dilukis pada daun lontar, lukisan telur dan pembuat topeng.


     Desa Tenganan Pegringsingan juga sangat terkenal dengan tradisinya yaitu Mekare – Kare atau yang juga dikenal dengan perang pandan. Tradisi ini merupakan tradisi tahunan yang dilaksakan setiap Purnama Sasih Kelima (Hari Purnama pada bulan ke lima tahun Caka), yang jatuh sekitar bulan November. Dengan senjata seikat pandan berduri dan pelindung sebuah tameng, peserta perang pandan akan mendekati lawan berusaha memeluk dan menggosokkan pandan berduri tersebut ke punggung lawan. Meskipun kulit smapai terluka, namun tidak ada rasa marah ataupun dendam dalam menjalankan tradisi tersebut. Setelah prosesi perang pandan usai, seluruh peserta akan diajak makan bersama atau yang juga disebut Megibung.


     Meskipun pariwisata sudah berkembang di Desa Tenganan Pegringsingan, namun penataan fisik desa tersebut masih tetap dipertahankan sesuai dengan hukum adat yang berlaku. Tidak ada penambahan fasilitas pariwisata apapun kecuali toilet umum. Untuk fasilitas pariwisata seperti akomodasi dan restaurant, maka lokasi yang paling dekat dari desa tersebut terletak di Kawasan Candi Dasa. Bahkan jika ingin menginap di desa tersebut, tidaklah mudah. Jika ingin menginap di desa tersebut, harus memiliki kerabat yang merupakan penduduk asli Desa Tenganan Pegringsingan itupun harus melapor pada aparat desa.

     Struktur pembagian tata ruang desa mengikuti konsep Tapak Dara yakni pertemuan antara arah angin kaja-kelod (utara-selatan) yang merupakan simbol segara-gunung (laut-gunung) dan arah matahari kangin-kauh (timur-barat). Pertemuan kedua arah itu dipersepsikan sebagai perputaran nemu gelang (seperti lingkaran) dengan porosnya berada di tengah-tengah. Orang Desa Tenganan Pegringsingan mengenalnya dengan istilah maulu ke tengah atau berorientasi ke tengah-tengah yang menyimpan makna mencapai keseimbangan melalui penyatuan bhuwana alit (manusia dan pekarangan manusia) dengan bhuwana agung (pekarangan desa). Selain konsep Tapak Dara, Desa Tenganan Pegringsingan juga menyimpan konsep tata runag yang unik lainnya. Perkampungan dikelilingi tembok seperti benteng pertahanan. Lawangan atau pintu masuk desa berada di keempat penjuru. Orang Desa Tenganan Pegringsingan menyebut konsep tata ruang dari desanya itu sebagai konsep Jaga Satru (berjaga dari serangan musuh).


     Bila kita lihat dari sisi marketing, Desa Tenganan Pegringsingan merupakan sebuah desatinasi wisata yang menerapkan konsep product oriented. Dimana wisatawan yang mengunjungi desa tersebut karena keunikan yang dimilikinya. Desa Tenganan Pegringsingan sama sekali tidak melakukan aktivitas promosi ataupun segmentasi pasar. Melainkan pengunjunglah yang secara tidak langsung membantu kegiatan promosi tersebut. Bahkan untuk memasuki desa tersebut, wisatawan tidak dimintai sejumlah nominal tertentu melainkan hanya sumbangan suka rela saja.

     Jadi bagi anda yang ingin merasakan atmosphere kehidupan Bali tahun 1980 an, silakan mengunjungi  Desa tradisional Tenganan Pegringsingan J

Sukariyanto
Photos by google

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS