SUBAK
Pengertian
Subak merupakan
salah satu kelembagaan tradisional yang telah terbukti efektivitasnya dalam
menyangga pembangunan pertanian dan perdesaan di Bali. Karena keunikan dan
berbagai karakteristik lainnya, Subak telah terkenal ke berbagai penjuru dunia
khususnya di kalangan pakar pembangunan pertanian dan perdesaan, maupun
ahliahli ilmu sosial (Sosiolog dan Antropolog), serta pemerhati masalah teknis
keirigasian.
Kata subak berasal
dari bahasa Bali yang secara etimologi berarti daerah pengairan. Dalam Perda
Provinsi Bali No. 02/PD/DPRD/1972, pemerintah Provinsi Bali mengakui bahwa
subak bersifat otonom. Menurut Perda ini yang dimaksud dengan subak adalah
masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio agraris religius yang secara
historis didirikan sejak dahulu kala dan berkembang terus sebagai organisasi
penguasa tanah dalam bidang penguasaan air dan lain – lain untuk perawatan dari
suatu sumber air di dalam suatu daerah.
Sejarah
Beberapa prasasti yang memuat sejarah kenberadaan subak
di Bali antara lain:
Ø Prasasati Sukawana A I
Prasasti ini
berangka tahun 882 M, menunjukkan sistem pertanian sawah dan tegalan (ladang)
telah ada di Bali tahun 882 M, buktinya menurut prasati ini, pada waktu itu di
Bali telah ada istikah “Huma” yang berarti sawah dan “Perlak” yang berarti
tegalan (ladang).
Ø Prasasti Bebetin A I
Prasasti yang
berangka tahun 896 M ini menyebutkan pada waktu itu telah ada Undagi Lancang
(tukang pembuat perahu), Undagi Batu (tukang mencari batu) dan Undagi Pengarung
(tukang pembuat terowongan air). Pada masa itu sudah ada ukuran pembagian air
untuk persawahan yang disebut “kilan” atau yang sekarang disebut dengan
“Tektekan Yeh” yaitu ukuran air untuk persawahan.
Ø Prasasti Trunyan A
Berangka tahun 891 M. Disebutkan bahwa pada waktu itu ada
kata “Ser Danu” yang berarti keoala urusan air danau (danau Batur).
Diperkirakan kata “Ser” inilah yang berubah menjadi “Pekaseh” yaitu pimpinan
Subak yang bertugas mengatur pemanfaatan dan pembagian air irigasi untuk persawahan
dalam satu wilayah subak.
Secara
factual, sejak tahun 1071 M, telah dikenal adanya subak yang terlihat dalam:
Ø Prasasti Pandak Bandung
Prasati ini
berangka tahun 1071 M, dijumpai untuk pertama kalinya kata “kasuwakan” yang
sekarang menjadi kata “kasubakan” atau “subak”.
Ø Prasasti Klungkung
Berangka tahun 1072 M, dikatakan bahwa waktu itu ada
“kasuwakan Rawas” yang berarti “kasubakan Rawas”.
Secara
legendaris, terbentuknya subak di Bali disebutkan dalam Lontar Markandeya
Purana, bahwa Rsi Markandeya datang dari Gunung Raung dengan 800 pengikut dan
membuat sawah di sebuah desa yang bernama Desa Sarwada yang sekarang bernama
Desa Taro di Tegalalang, Gianyar. Sawahnya disebut “Puwakan”.
Sebagaimana
halnya dengan organisasi tradisional yang tumbuh di Bali, Subak juga berdasar
atas filosofi Tri Hita Karana, yang mengupayakan keharmonisan hubungan antara
manusia, Tuhan, dan alam semesta.
Ciri
dasar Subak
Ø Subak merupakan organisasi petani yang mengelola air
irigasi untuk anggota-anggotanya. Sebagai organisasi, Subak memiliki pengurus
dan aturan-aturan keorganisasian (Awig-awig) baik tertulis maupun tidak
tertulis;
Ø Subak mempunyai suatu sumber air bersama, dapat berupa
bendung di sungai, mata air, air tanah, ataupun saluran utama suatu sistem
irigasi;
Ø Subak mempunyai suatu areal persawahan;
Ø Subak mempunyai otonomi, baik internal maupun eksternal;
dan
Ø Subak mempunyai satu atau lebih Pura Bedugul (atau pura
yang berhubungan dengan kesubakan, untuk memuja Dewi Sri, manifestasi Tuhan
sebagai Dewi Kesuburan). (Pitana, 1997)
Anggota
Subak
Subak adalah
organisasi petani yang bergerak dalam usaha pengaturan air irigasi untuk lahan
basah (sawah). Karena faktor pengikat utamanya adalah air irigasi, maka anggota
suatu Subak adalah petani pemilik/penggarap sawah yang dilayani oleh suatu jaringan
atau sub-jaringan irigasi tertentu, tidak memandang dari desa mana anggota tersebut
berasal, dengan kata lain pendekatan Subak adalah pendekatan jaringan irigasi (canal
based) dan bukan desa (village based).
Anggota suatu
Subak dapat berasal dari berbagai desa, dan seorang petani dapat menjadi
anggota pada beberapa Subak. Secara umum anggota Subak (Krama Subak) dapat
dibedakan atas tiga kelompok, yaitu anggota aktif (Krama Pengayah), anggota pasif
(Krama Pengampel) dan anggota khusus (Krama Leluputan) yang dibebaskan dari kewajiban
Subak karena memangku jabatan tertentu.
Struktur
Organisasi Subak
Sebagai suatu
organisasi, Subak mempunyai unsur pimpinan yang disebut dengan Prajuru. Pada
Subak yang kecil, struktur organisasinya sangat sederhana, hanya terdiri dari
seorang ketua Subak yang disebut Kelihan Subak atau Pekaseh, dan anggota Subak.
Sedangkan pada
Subak-subak yang lebih besar, prajuru subak umumnya terdiri atas :
- Pekaseh
(Ketua Subak),
- Petajuh
(Wakil Pekaseh),
- Penyarikan
(Sekretaris),
- Petangen
atau Juru Raksa (Bendahara),
- Juru
arah atau Kasinoman (Pembawa informasi), dan
- Saya
(Pembantu khusus).
Prajuru Subak
umumnya dipilih oleh anggota Subak dalam suatu rapat pemilihan, untuk masa
jabatan tertentu (biasanya 5 tahun). Untuk Juru arah biasanya dijabat bergilir
oleh anggota Subak dengan pergantian setiap bulan (35 hari) atau enam bulan
(210 hari), sedangkan Saya dipilih berdasarkan upacara keagamaan Subak.
Subak-subak yang
besar biasanya dibagi atas sub-sub yang disebut dengan Tempek yang dipimpin
seorang Kelihan Tempek. Untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya koordinasi dalam
distribusi air dan atau upacara pada suatu pura, beberapa Subak dalam suatu
wilayah bergabung dalam suatu koordinasi yang disebut Subak Gede. Subak anggota
dari suatu Subak Gede umumnya berada dalam satu daerah irigasi, meskipun ada juga
Subak Gede yang Subak anggotanya memiliki sistem irigasi sendiri-sendiri.
Fungsi
dan tugas Subak
Fungsi dan tugas
yang dilakukan Subak dapat berupa fungsi dan tugas internal dan eksternal.
Secara internal, tugas utama yang harus dilaksanakan Subak adalah :
- Pencarian
dan distribusi airi irigasi,
- Operasi
dan pemeliharaan fasilitas irigasi,
- Mobilisasi
sumberdaya,
- Penanganan
persengketaan, dan
- Kegiatan
upacara/ritual.
Sedangkan secara eksternal, Subak merupakan lembaga agen
pembangunan pertanian dan pedesaan yang telah terbukti memegang peranan penting
dalam melaksanakan program-program pembangunan seperti program Bimas, Insus, Supra
Insus, pengembangan KUD, dan sebagainya. (Pitana, !997).
Apabila selama ini
Subak diasosiasikan dengan agama Hindu, hasil penelitian Sudana (1991), di
Subak Tegallinggah Kabupaten Buleleng, menemukan bahwa petani yang tidak
beragama Hindu (dalam hal ini beragama Islam) dapat menjadi anggota Subak dan
terjadi afinitas (daya gabung) antara petani yang berbeda agama dalam
organisasi Subak. Afinitas antar nilai-nilai agama terjadi pada nilai-nilai
yang mengatur hubungan antar manusia (petani dengan petani), sedangkan untuk
nilai-nilai yang mengatur hubungan masnusia dengan alam gaib (Tuhan Yang Maha
Esa) tidak terjadi afinitas.
Afinitas tersebut
menumbuhkan suatu perasaan in group antar anggota yang berbeda agama, sedangkan
terhadap perbedaan keyakinan terjadi saling menyesuaikan (accomodation) dalam
bentuk toleransi antar agama.
LKS ORSOSDAT SMP, Kabupaten
Tabanan.
Sukariyanto
0 comment(s):
Post a Comment